terima kasih sudah membaca mohon saran dan kritiknya

Puncak Dari Mencintai Adalah Mengikhlaskan, Apakah Benar?

Oleh Muhammad Abdillah

Setiap manusia pasti pernah merasakan yang namanya cinta. Ada beragam ungkapan untuk menyatakan cinta, ada tergambar melalui sikap, kata-kata bahkan dari sebuah karya yang biasa dibaca berupa sebuah puisi. Dalam sejarah, perkara cinta sudah banyak dicontohkan oleh para pendahulu, seperti kisah Qays (Majnun) dan Layla, kisah Rabiatul Adawiyah, Jalaluddin Al Rumi dan banyak lainnya.

Dalam tradisi sufistik, pembahasan cinta sangat mendalam dibahas, sebab tidak hanya sebatas tentang obsesi cinta terhadap seorang wanita, tetapi bagaimana mengarahkan cinta itu kepada Sang Pencipta yaitu Allah Ta'ala. Mengutip kalimat dari KH. Ahmad Zuhdiannor, ulama Banjarmasin beliau pernah berkata," Cintailah yang membalas cinta dengan cinta". Ungkapan ini terasa mesra bagi yang benar arah cintanya hanya kepada Allah semata.

Tetapi, ada sebuah ungkapan yang mengatakan puncak mencintai adalah mengikhlaskannya. Wahh, ungkapan ini terasa mengena sekali bagi yang sedang dirundung kesedihan akibat putus cinta, hahaha. Tetapi, jika dipikirkan ucapan tersebut ada benarnya juga. Kembali kepada cinta, cinta tidak bisa didefinisikan dengan satu pengertian saja, sebab ada beragam pengertian mengenai cinta.

Dalam KBBI saja, hanya mampu mendefinisikan cinta adalah rasa suka sekali. Kata cinta, merupakan level tertinggi yang bisa termasuk dalam bentuk positif seperti kasih sayang, saling menjaga, perhatian, ketertarikan dan saling merindukan antara satu sama lain. Namun, rasa cinta pun juga berdampak negatif jika tak terbalaskan yaitu bisa menimbulkan patah hati, rasa dendam, cemburu, curiga, posesif dan lain sebagainya.

Ungkapan puncak dari mencintai adalah mengikhlaskannya, merupakan benar. Tetapi, bukti benarnya mencintai seseorang adalah dengan memperjuangkannya. Seperti seorang hamba yang mencintai Tuhannya, maka dia akan berjuang berusaha mendekatkan diri kepada TuhanNya agar mendapatkan cinta dari Sang Maha Cinta. Seperti ungkapan kalimat dari KH. Ahmad Zuhdiannor, yaitu cintailah yang membalas cinta dengan cinta, maka hanya bisa diarahkan kepada Allah, tidak bisa kalimat tersebut diarahkan kepada sesuatu yang hanya ada di dunia seperti harta, tahta dan wanita.

Selain itu, ada ungkapan lain dari KH. Ahmad Zuhdi yang menurut penulis sangatlah menarik, yaitu cinta terlahir dari melihat yang bagus-bagus, benci lahir dari melihat yang tidak bagus. Artinya, cinta yang datang dari indra penglihatan adalah terbatas, bukan sebenarnya cinta karena masih ada menimbulkan rasa benci di dalam hati. Pelajaran yang bisa diambil dari kalimat tersebut yaitu jika ingin dipenuhi dengan rasa cinta, maka lihatlah semuanya dengan pandangan yang baik baik atau positif thinking. Jika ingin membenci, maka lihatlah sesuatu yang jelek.

Pada intinya, cintailah sesuatu dengan sewajarnya saja, arahkanlah cinta mu kepada yang membalas cinta dengan cinta. Wallahu A'lam 


Tabalong, 6 Agustus 2024

Ibn Imansyah seorang santri tingkat ulya di PP Darussalam Martapura, dilahirkan di Banjarmasin dan dibesarkan di kota Tabalong.

0 Response to "Puncak Dari Mencintai Adalah Mengikhlaskan, Apakah Benar?"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel